Ujian Nasional Dihapus, Diganti Asesmen Kompetensi Minimum: Literasi dan Numerasi
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ,Nadiem Makarim, telah melakukan rapat kerja dengan Komisi X DPR-RI soal penghapusan Ujian Nasional (UN).
Dalam rapat kerja, Nadiem Makarim membahas UN akan diganti sistem penilaian lain. Sistem tersebut bernama asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Nadiem menyatakan sistem pengganti UN tersebut akan diberlakukan mulai 2021.
"Tapi mulai 2021, di situlah akan mulai dilakukan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter," ungkap Nadiem dilansir YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019).
Asesmen kompetensi minimum bukanlah untuk mengevaluasi prestasi murid, namun untuk melihat kualitas sekolah.
"Ini hanya sebagai tolak ukur sekolahnya sedang di mana. Jadi ini sebenarnya kita melakukan penilaian standar nasional adalah untuk mengetahui tingkat sekolahnya ini sudah mencapai nggak level minimun?" sambung Nadiem.
Pada rapat kerja Komisi X DPR-RI Nadiem mengungkapkan ada tiga alasan untuk dirinya mengganti UN.
Nadiem menyebut, pertama UN terlalu fokus pada kemampuan menghafal.
Apalagi diketahui banyak materi pada mata pelajaran yang padat.
Kedua, UN dirasa malah membuat stress, sehingga dapat membebani siswa, guru, serta orang tua.
Hal ini terkait dari target nilai yang harus dicapai siswa, sebab nilai lah yang akan menjadi penentu akhir di sekolah.
Ketiga, Nadiem menyebut UN tidak menyentuh kemampuan kognitif dan karakter siswa.
Ia berpandangan, selama ini sekolah hanya menilai aspek memori saja.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa memori dan kognitif adalah dua hal yang berlainan.
"Untuk menilai aspek kognitifpun belum mantap. Karena bukan kognitif yang dites. Tapi aspek memori. Memori dan kognitif adalah dua hal yang berbeda. Bahkan tidak menyentuh karakter, values dari anak tersebut yang saya bilang bahkan sama penting atau lebih penting dari kemampuan kognitif," jelasnya, dilansir Kompas.com.
Penilaian asesmen kompetensi minimum ini dapat memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimumnya masing-masing.
Adapun materi dari asesmen kompetensi minimum adalah literasi dan numerasi.
Nadiem menjelaskan literasi bukanlah hanya kemampuan membaca.
"Literasi adalah kemampuan menganalisa suatu bacaan. Kemampuan mengerti atau memahami konsep di balik tulisan tersebut. Itu yang penting," terang dia.
Sedangkan numerasi adalah kemampuan menganalisa untuk menggunakan angka-angka dalam matematika.
"Yang kedua adalah numerasi, yaitu bukan kemampuan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan konsep hitungan di dalam suatu konteks yang abstrak atau yang nyata," jelas Nadiem.
Adapun survei karakter merupakan penilaian kepada siswa tentang penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara di lingkungan sekolah.
Menurut Nadiem, dari penanaman nilai-nilai Pancasila itu akan diketahui kondisi siswa baik dari lingkungan sekolah, masyarakat, dan keluarga.
Ia menuturkan dari survei karakter ini akan dilihat apakah diberikan ajaran yang tidak toleran atau telah diberikan kesempatan untuk beropini.
Selain soal penghapusan ujian nasional, Nadiem juga membahas soal sistem zonasi dan persiapan pelaksanaan anggaran tahun 2020.
Dikutip dari rilis resmi Kemendikbud dalam Kompas.com, Nadiem juga akan mengubah bentuk dan format Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) 2020.
Adapun konsep program "Merdeka Belajar" yang dicanangkan Nadiem Makarim untuk tahun 2021 mendatang sebagai berikut.
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
1. USBN akan diubah dengan ujian asesmen yang diselenggarakan untuk sekolah.
Ujian ini dapat dilaksanakan dalam bentuk tertulis atau sistem lain yang lebih komprehensif.
Contohnya adalah sistem portofolio dan penugasan kelompok, karya tulis, dan lain-lain.
2. Pihak sekolah akan mengembangkan sendiri sistem penilaian belajar siswa.
3. Anggaran USBN akan dialihkan untuk digunakan sebagai pengembangan kapasitas guru dan sekolah.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran itu sendiri.
Ujian Nasional (UN)
1. UN akan dilakukan terakhir pada tahun 2020.
2. UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan survei karakter pada tahun 2021.
3. UN akan dilakukan di pertengahan masa jenjang sekolah misalnya:
- Sekolah Dasar akan dilakukan penilaian pada kelas 4, bukan kelas 6.
- Sekolah Menengah Pertama akan dilakukan penilaian pada kelas 8, bukan kelas 9
- Sekolah Menengah ke Atas akan dilakukan penilaian di kelas 11, bukan 12.
Hal ini bertujuan untuk mendorong guru dan sekolah agar memperbaiki mutu pendidikan dalam pembelajaran siswa.
Adanya sistem ini maka tidak akan bisa digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
4. UN akan mengacu pada praktik level internasional seperti Program for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).
Dilansir dari Jurnal Kemendikbud, subjek Asesmen PISA terdiri atas tes literasi dasar dalam bidang membaca, matematika, dan sains tanpa melihat pada kurikulum nasional.
Sedangkan TIMSS adalah studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama.
Dasar penilaian prestasi matematika dan sains dalam TIMSS dikategorikan ke dalam dua domain, yaitu isi dan kognitif. (*)
(Tribunnews.com/Nidual 'Urwatul Wutsqa, Kompas.com/Tsarina Maharani/Yohanes Enggar Harususilo)
Dalam rapat kerja, Nadiem Makarim membahas UN akan diganti sistem penilaian lain. Sistem tersebut bernama asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Nadiem menyatakan sistem pengganti UN tersebut akan diberlakukan mulai 2021.
"Tapi mulai 2021, di situlah akan mulai dilakukan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter," ungkap Nadiem dilansir YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019).
Asesmen kompetensi minimum bukanlah untuk mengevaluasi prestasi murid, namun untuk melihat kualitas sekolah.
"Ini hanya sebagai tolak ukur sekolahnya sedang di mana. Jadi ini sebenarnya kita melakukan penilaian standar nasional adalah untuk mengetahui tingkat sekolahnya ini sudah mencapai nggak level minimun?" sambung Nadiem.
Pada rapat kerja Komisi X DPR-RI Nadiem mengungkapkan ada tiga alasan untuk dirinya mengganti UN.
Nadiem menyebut, pertama UN terlalu fokus pada kemampuan menghafal.
Apalagi diketahui banyak materi pada mata pelajaran yang padat.
Kedua, UN dirasa malah membuat stress, sehingga dapat membebani siswa, guru, serta orang tua.
Hal ini terkait dari target nilai yang harus dicapai siswa, sebab nilai lah yang akan menjadi penentu akhir di sekolah.
Ketiga, Nadiem menyebut UN tidak menyentuh kemampuan kognitif dan karakter siswa.
Ia berpandangan, selama ini sekolah hanya menilai aspek memori saja.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa memori dan kognitif adalah dua hal yang berlainan.
"Untuk menilai aspek kognitifpun belum mantap. Karena bukan kognitif yang dites. Tapi aspek memori. Memori dan kognitif adalah dua hal yang berbeda. Bahkan tidak menyentuh karakter, values dari anak tersebut yang saya bilang bahkan sama penting atau lebih penting dari kemampuan kognitif," jelasnya, dilansir Kompas.com.
Penilaian asesmen kompetensi minimum ini dapat memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimumnya masing-masing.
Adapun materi dari asesmen kompetensi minimum adalah literasi dan numerasi.
Nadiem menjelaskan literasi bukanlah hanya kemampuan membaca.
"Literasi adalah kemampuan menganalisa suatu bacaan. Kemampuan mengerti atau memahami konsep di balik tulisan tersebut. Itu yang penting," terang dia.
Sedangkan numerasi adalah kemampuan menganalisa untuk menggunakan angka-angka dalam matematika.
"Yang kedua adalah numerasi, yaitu bukan kemampuan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan konsep hitungan di dalam suatu konteks yang abstrak atau yang nyata," jelas Nadiem.
Adapun survei karakter merupakan penilaian kepada siswa tentang penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara di lingkungan sekolah.
Menurut Nadiem, dari penanaman nilai-nilai Pancasila itu akan diketahui kondisi siswa baik dari lingkungan sekolah, masyarakat, dan keluarga.
Ia menuturkan dari survei karakter ini akan dilihat apakah diberikan ajaran yang tidak toleran atau telah diberikan kesempatan untuk beropini.
Selain soal penghapusan ujian nasional, Nadiem juga membahas soal sistem zonasi dan persiapan pelaksanaan anggaran tahun 2020.
Dikutip dari rilis resmi Kemendikbud dalam Kompas.com, Nadiem juga akan mengubah bentuk dan format Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) 2020.
Adapun konsep program "Merdeka Belajar" yang dicanangkan Nadiem Makarim untuk tahun 2021 mendatang sebagai berikut.
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
1. USBN akan diubah dengan ujian asesmen yang diselenggarakan untuk sekolah.
Ujian ini dapat dilaksanakan dalam bentuk tertulis atau sistem lain yang lebih komprehensif.
Contohnya adalah sistem portofolio dan penugasan kelompok, karya tulis, dan lain-lain.
2. Pihak sekolah akan mengembangkan sendiri sistem penilaian belajar siswa.
3. Anggaran USBN akan dialihkan untuk digunakan sebagai pengembangan kapasitas guru dan sekolah.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran itu sendiri.
Ujian Nasional (UN)
1. UN akan dilakukan terakhir pada tahun 2020.
2. UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan survei karakter pada tahun 2021.
3. UN akan dilakukan di pertengahan masa jenjang sekolah misalnya:
- Sekolah Dasar akan dilakukan penilaian pada kelas 4, bukan kelas 6.
- Sekolah Menengah Pertama akan dilakukan penilaian pada kelas 8, bukan kelas 9
- Sekolah Menengah ke Atas akan dilakukan penilaian di kelas 11, bukan 12.
Hal ini bertujuan untuk mendorong guru dan sekolah agar memperbaiki mutu pendidikan dalam pembelajaran siswa.
Adanya sistem ini maka tidak akan bisa digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
4. UN akan mengacu pada praktik level internasional seperti Program for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).
Dilansir dari Jurnal Kemendikbud, subjek Asesmen PISA terdiri atas tes literasi dasar dalam bidang membaca, matematika, dan sains tanpa melihat pada kurikulum nasional.
Sedangkan TIMSS adalah studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama.
Dasar penilaian prestasi matematika dan sains dalam TIMSS dikategorikan ke dalam dua domain, yaitu isi dan kognitif. (*)
(Tribunnews.com/Nidual 'Urwatul Wutsqa, Kompas.com/Tsarina Maharani/Yohanes Enggar Harususilo)
Tidak ada komentar